30 September 2007

DEMONSTRASI BUKAN “PEDANG PLASTIK” YANG DIGUNAKAN UNTUK MAINAN

“………...sistem sudah tidak memungkinkan lagi untuk menyalurkan aspirasi kita, kalau sistem sudah ‘mampet’, kalau teling & mata petinggi, baik petinggi Negara, kantor, departemen atau apapun namanya sudah ‘picek......”

Dari kutipan kalimat di atas, jelas, bahwa demonstrasi layak dilakukan jika aspirasi kita sudah tidak dapat disalurkan melalui sitem yang ada, jika omongan kita sudah tidak di dengarkan lagi. Tetapi, sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita tanyakan pada diri kita sendiri, juga kepada kawan-kawan satu ‘gank’, satu kantor, satu kelas, satu nusa satu bangsa(hehehe..ngotot banget ya’….) atau apalah namanya sebagai simbol2 kesatuan lain, ‘sudahkah kita salurkan aspirasi kita melalui saluran yang ada…?’, saya yakin belum sepenuhnya kita gunakan,wong kebanyakan (misalnya kebanyakan mahasiswa, hanya untuk bertanya/berbeda pendapat dengan dosen di kelas saja takutnya minta ampun).



Kenapa saya bilang belum sepenuhnya digunakan?, ambil contoh, misalnya, PARTAI POLITIK, sebagai SALAH SATU SARANA untuk menyalurkan aspirasi yang cukup baik, terlepas dari iklim politik di Indonesia yang masih carut-marut dan masih banyak berisi preman-preman. Partai politik di Indonesia sementara ini bukan pilihan yang terlihat menarik(diam dan tidur mungkin lebih menarik)bagi orang orang yang kompeten, banyak orang-orang yang sebenarnya kompeten tapi enggan untuk masuk ke wilayah ini dan membiarkan orang-orang tidak kompeten masuk kemudian dipilih pula oleh si orang yang saya anggap 'kompeten' tadi…cape deee, banyak yang LEBIH MEMILIH JADI PENONTON, mungkin karena takut dicemu’uh ketika dianggap salah, atau takut kesucian jiwaternodai atau terciprat 'lumpur kotor' karena masuk dunia politik.

Kembali lagi ke masalah demonstrasi, seperti yang telah saya kemukakan pada tulisan yang kemudian kawan-kawan sekalian tanggapi, secara tersirat saya ungkapkan, bahwa demonstrasi tidak dapat dipergunakan sebagai 'senjata ampuh' yang akan kita 'cabut' kapan saja dan kita gunakan untuk menetak lawan secara sembarangan. Bukan…bukan yang seperti itu, tetapi demonstrasi lebih diarahkan sebagai 'senjata pamungkas', yang terlebih dahulu harus melewati usaha yang lebih ‘lunak’, seperti menyalurkan aspirasi melalui saluran yang disediakan oleh sistem yang ada, sebelum itu juga harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap permasalah yang akan kita kritisi, sehingga diperoleh pemahaman yang baik dan mempunyai dasar yang kuat, juga harus ditambahkan peninjauan masalah dari berbagai sudut pandang & dimensi agar tidak terjadi salah kaprah dan juga bukan sekedar gerakan yang mudah ditunggangi kepentingan tertentu(kecuali sengaja melacurkan diri untuk ditunggangi kepentingan tertentu demi segepok uang).

Memang, kesannya bertele-tele, jika harus mengkaji, melihat dari barbagai sisi, dsb., dst.,tetapi saya rasa itu lebih tepat, ketimbang kita ‘grasa-grusu’ turun ke jalan, mengusung spanduk, dan pada akhirnya kita harus mengusung kawan kita yang kena ‘pelor’ keparat aparat keamanan, naudzubillah…, atau lebih parah lagi berujung pada perpecahan suatu Negara seperti yang dikhawatirkan oleh kawan Andi(pada tanggapan tulisan sebelum ini).

Hmhhh...sekali lagi ngomong memang gampang.....maka dari itu kalo cangkem saya dirasa sudah ngelantur terlalu jauh....'celekab-celekob'..ya...mohon kiranya dapat dima'afken(ucapkan dengan nada bicara mantan petinggi negeri ini)plus & minusnya.

Tidak ada komentar: