Anggaran merupakan alat penting dalam melakukan perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi (Anthony, R. N., and V. Govindarajan, 2007). Di dalam Anggaran dapat dilihat alokasi sumberdaya yang dapat digunakan pihak manajemen dalam mencapai goal organisasi. Sumberdaya tersebut dialokasikan berdasarkan perencanaan strategis yang sebelumnya telah melewati tahapan formulasi strategi.
Pada akhir periode anggaran, sumberdaya yang telah digunakan oleh manajemen dan hasil yang dicapai akan dibandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan, baik anggaran
pendapatan maupun anggaran biaya. Selisih dari perbandingan tersebut akan digunakan sebagai salah satu tolok ukur penilaian kinerja manajemen khususnya kinerja keuangan,
dan setelah dilakukan penilaian secara keseluruhan, baik dari sisi keuangan maupun non keuangan akan diambil tindakan yang berupa reward atau dapat juga berupa
punishment bagi pihak manajemen yang terkait.
Dunk, Alan S. dan Nouri, Hossein menyatakan bahwa pihak manajemen sebagai penyusun dan juga sekaligus pelaksana dari anggaran tersebut mempunyai kesempatan untuk melakukan tindakan yang mempengaruhi isi dari anggaran yang akan ditetapkan. Yang menjadi perhatian disini adalah ketika kesempatan tersebut digunakan pihak manajemen untuk mencapai keuntungan pribadi, khususnya dalam rangka memperoleh kompensasi atas kinerja anggaran divisinya, seperti yang telah diteliti oleh Schiff dan Lewin yang ditulis dalam Dunk, Alan S. dan Nouri, Hossein, 1998.
Selanjutnya, dengan adanya motivasi kompensasi tersebut, pihak manajeman sebagai salah satu pembuat anggaran akan cenderung untuk menganggarkan pendapatan agak lebih rendah dan pengeluaran dibuat agak lebih tinggi dengan tujuan agar mudah dicapai. Hal ini sesuai dengan agency theory yang mengasumsikan bahwa setiap individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Prilaku yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan menganggarkan pendapatan agak lebih rendah dan pengeluaran dibuat agak lebih tinggi dengan tujuan agar mudah dicapai disebut juga slack budgeting (Anthony, R. N., and V. Govindarajan, 2007).
Prilaku manajemen tersebut termasuk masalah kritis dalam penyusunan anggaran yang mengarah pada masalah keprilakuan, terutama kecenderungan prilaku manajer dalam proses penyusunan anggaran untuk melakukan tindakan yang akan menguntungkan dirnya sendiri. Pada makalah ini akan dibahas mengenai anteseden(faktor yang mempengaruhi terjadinya) slack budgeting dan konsekuensinya, yang kemudian diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam mengatasi masalah kelonggaran anggaran(slack of budgeting).
Wiwin Yadiati (2007) mendefinisikan Kelonggaran anggaran sebagai suatu kesengajaan yang dibuat oleh para penyusun anggaran dalam membuat anggaran yang tidak mencerminkan kinerja optimum yang dapat dicapai, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menaikkan biaya dan menurunkan pendapatan dengan tujuan agar mudah dicapai, sehingga diharapkan berdampak positif terhadap penilaian kinerja individu pihak manajemen ataupun divisi. Menurut little et al(2002) & Nouri(1994) seperti yang ditulis oleh Staley A. Blair (2003), Kelonggaran dalam anggaran adalah kondisi dimana anggaran biaya, pendapatan, atau volume produksi menjadi mudah untuk dicapai, daripada jika, jumlah anggaran yang dibuat & ditetapkan menggunakan perkiraan yang tidak bias atas hasil dan operasi yang akan datang. Hampir senada dengan definisi dari peneliti lainnya, Anthony, R. N., dan V. Govindarajan (2007), mendefinisikan slack budgeting sebagai prilaku yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan menganggarkan pendapatan agak lebih rendah dan pengeluaran dibuat agak lebih tinggi dengan tujuan agar mudah dicapai. Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, maka dapat dikatakan secara umum slack budgeting atau kelonggaran dalam anggaran adalah usaha yang dilakukan secara sengaja oleh pihak manajemen dalam mempengaruhi jumlah biaya dan pendapatan yang akan ditetapkan dalam anggaran, sehingga mudah dicapai dan dapat memberikan keuntungan bagi manajer ataupun divisi yang terkait.
Menurut Shciff dan Lewin (1968) yang ditulis pada Leavins, John R., Omer, Khursheed dan Vilutis, Arv(1995) menunjukkan bahwa masalah-masalah kritis dalam penyusunan anggaran cenderung mengarah ke area keprilakuan. Manajer, sebagai pihak yang berpengaruh dalam proses penyusunan anggaran cenderung menunjukkan prilaku yang sengaja dan dilakukan dengan penuh kesadaran untuk mempengaruhui proses tersebut agar hasilnya menguntungkan bagi pihak manajer ataupun divisinya. Dari hasil penelitian lainnya, seperti yang telah dilakukan oleh Leavins, John R., Omer, Khursheed dan
Vilutis, Arv 1995, menunjukkan bahwa aspek keprilakuan dalam proses penyusunan anggaran mempunyai hubungan atas terjadinya kelonggaran dalam anggaran(slack of budgeting).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Leavins, John R., Omer, Khursheed dan Vilutis(1995) dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelonggaran dalam anggaran, yaitu:
1.Sistem penghargaan (Reward System) yang dihubungkan dengan kinerja anggaran, mempunyai kontribusi dalam terciptanya kelonggaran dalam anggaran dengan korelasi yang kuat.
2.Budget pressure mempunyai hubungan yang positif juga dengan terjadinya kelonggaran dalam anggaran.
3.Keadaan perekonomian perusahaan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kelonggaran dalam anggaran.
Sedangkan untuk dua faktor lainnya yang mereka teliti, seperti hasil sebagai berikut:
1.Tingkat desentralisasi dalam penyusunan anggaran, mempunyai pengaruh yang lemah terhadap terciptanya kelonggaran dalam anggaran.
2.Partisipasi dalam penyusunan anggaran, tidak berhubungan dengan proses terjadinya slack of budgeting.
Dunk, Alan S. dan Nouri, Hossein, 1998, berdasarkan telaah literature atas hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat tiga variabel yang sudah terbukti mempengaruhi terjadinya slack of budgeting, tiga variabel tersebut dibagi dalam tiga level, yaitu:
1.Level organisasional
a.Partisipasi dalam penyusunan anggaran
b.Informasi yang asimetris
c.Gaya penilaian yang superior
*Pengaruh bersamaan dari gaya penilaian dan informasi yang asimetris
d.Kemampuan superior dalam mendeteksi slack
e.Realisasi-Rencana pengurangan gaji
f.Ketidakjelasan tugas
2.Level Lingkungan
a.Situasi yang membingungkan
3.Level individual.
a.Menyukai resiko
Sebagai akibat dari adanya slack budgeting maka timbul berbagai macam konsekuensi, yang dimaksudkan dengan konsekuensi disini adalah dampak negatif dari terjadinya kelonggaran dalam anggaran. Menurut Nouri dan Parker (1996) yang ditulis oleh Staley, A. Blair dan Magner, Nance R. (2003), kelonggaran dalam anggaran dapat mengurangi keefektifan dari anggaran sebagai sebuah alat control dan perencanaan suatu organisasi. Dengan terjadinya kelonggaran dalam anggaran maka target yang akan dicapai menjadi mudah, sehingga akan mengurangi motivasi manajemen dalam mempertanggungjawabkan anggarannya dibandingkan jika anggaran disusun berdasarkan informasi yang tidak bias.
Kemajuan hanya akan dapat dicapai jika dibarengi kinerja optimum manajer atau divisi yang bersangkutan. Wiwin Yadiati (2007) menyatakan bahwa kelonggaran anggaran merupakan sesuatu yang merugikan, karena kinerja optimum dari seorang manajer atau divisi tidak dapat diwujudkan. Tidak tercapainya kinerja optimum tersebut sebagai dampak dari anggaran yang terlalu mudah untuk dicapai, sehingga akan kurang memotivasi manajer atau divisi terkait untuk meningkatkan kinerjanya lebih jauh lagi. Selain itu, menurut Wiwin Yadiati(2007) slack of budgeting juga membuka peluang terjadinya praktek korupsi.
Dengan terjadinya kelonggaran dalam anggaran, dapat dikatakan bahwa hal tersebut hanya akan menguntungkan pihak tertentu, sekaligus juga menghambat kemajuan baik organisasi secara keseluruhan, baik organisasi pemerintahan maupun swasta. Hal tersebut akan berakibat pada semakin tidak tepatnya penilaian kinerja manajer atau suatu divisi, terutama pada organisasi yang menilai kinerja manajer atau divisinya hanya berdasarkan atas hasil perbandingan antara anggaran dengan ralisasinya .
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, pada organisasi yang penilaian kinerja manajer atau divisinya hanya berdasarkan kinerja anggaran, akan lebih memacu terjadinya slack of budgeting, yang pada akhirnya menguntungkan dirinya sendiri atau divisinya, tetapi juga sekaligus merugikan organisasi tersebut secara keseluruhan.
Untuk mengatasi terjadinya slack of budgeting maka perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang menyebabkan slack of budgeting tersebut.
Setelah mengetahui faktor antesden (faktor penyebab) dan konsekuensi dari kelonggaran anggaran (slack of budgeting) seperti yang telah dibahas di atas, maka diharapkan usaha-usaha manajemen untuk melonggarkan anggaran (slack of budgeting) dapat dicegah, yaitu dengan cara mengeliminasi anteseden yang dianggap mempunyai konsekuensi negatif, seperti asimetri Informasi, ambiguitas tugas & situasi yang membingungkan. Dengan demikian maka dalam proses penyusunan anggaran hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kelonggaran anggaran(slack of budgeting) dapat diminimalkan.
15 Oktober 2007
Anteseden dan Konsekuensi Slack of Budgeting (Kelonggaran Dalam Anggaran): Sebuah Tinjauan Literatur
Dijejalkan oleh ZIBAR kejap 20.04
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar